BahwaPerbuatan-Perbuatan PARA TERGUGAT dan TURUT TERGUGAT merupakan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur Pasal 1365 jo. Pasal 1366 jo. Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata. Pasal 1365 KUHPerdata: "Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut" Pasal 1366 KUHPerdata:
Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang undang Hukum Perdata KUHPerdata. Menurut KUHPerdata, suatu perjanjian terjadi ketika telah adanya kata sepakat consensus dari kedua pihak dan kesepakatan itu mengikat pihak yang membuatnya layaknya undang-undang. Akan tetapi, adakalanya pelaksanaan perjanjian tidak berjalan sesuai yang dikehendaki kedua belah pihak dimana salah satu pihak tidak menjalankan perjanjian dengan sempurna. Dalam hukum perikatan hal ini dikenal dengan istilah cidera janji atau wanprestasi. Layaknya sebuah perjanjian, ketentuan mengenai Perbuatan Melawan Hukum juga diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perbuatan yang melawan hukum adalah perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain, dan mewajibkan orang yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut untuk mengganti kerugian. Pengertian ini secara jelas menyebutkan akibat dari adanya perbuatan melawan hukum tersebut adalah mewajibkan orang yang berbuat untuk mengganti kerugian tersebut. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Analisis Terhadap Kasus Gugatan Wanprestasi Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020 dan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 Ditujukan untuk memenuhi ujian tengah semester mata kuliah Hukum Perikatan DOSEN PENGAMPU Dwi Aryanti Ramadhani, DISUSUN OLEH Nilla Deva Lusyana 2010611003 Kelas A PROGRAM STUDI HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2021 Analisis Kasus Wanprestasi Perjanjian Jual Beli dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020 I. Nomor Putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020 II. Identitas para pihak i. Ayunita Purnamasari, diwakilkan oleh kuasa hukum Aman Susanto, SHI., MH., M. Hasan, SHI., Ali Ridlo, SHI, MEI., Sahril Fadli, SHI., MHI., Kharis Mudakir, SHI., MH., Advocates & Legal Consultants sebagai Penggugat ii. Wakhid Budi Triyono sebagai Tergugat III. Objek Perjanjian Objek jual beli mengenai wanprestasi dalam perkara perjanjian jual beli ini adalah sebuah rumah dengan luas bangunan 40 m2 empat puluh meter persegi type 40 empat puluh yang berdiri di atas sebidang tanah seluas 81 m2 delapan puluh satu meter persegi yang terletak di Dusun Wonosalam Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, dengan nomor kavling B1. IV. Kasus Posisi / Kronologis Tanggal 30 Oktober 2017 Penggugat mendaftarkan surat gugatan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri Sleman dalam register Nomor 264/ Smn tentang duduk perkara Penggugat berniat membeli tanah beserta rumah yang berdiri diatasnya. Kemudian Penggugat mencari informasi melalui teman maupun media cetak dan mendapat informasi bahwa Tergugat pada waktu itu berniat menjual tanah dan menyanggupi bangunan rumah di atasnya. Tergugat menawarkan tanah sekaligus menyanggupi bangunan rumah di atasnya dengan luas 40 m2 type 40 yang berdiri di atas tanah seluas 81 m2 yang terletak di Dusun Wonosalam Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, dengan nomor kavling B1 sebagaimana sertifikat Hak Milik Nomor 7746/Sukoharjo atas nama Wakhid Budi Triyono kepada Penggugat dengan harga Rp. dua ratus sepuluh juta rupiah. Atas tawaran tersebut, Penggugat tertarik untuk membeli tanah beserta rumah di atasnya sebagaimana rincian tersebut. Pada tanggal 10 Maret 2015, Penggugat menandatangani surat Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli dengan Nomor 004/GW/PP/KT/03/2015 dimana Penggugat sebagai pembeli dan Tergugat sebagai penjual dengan objek jual beli sesuai dengan rincian bangunan dan rumah diatas. Penggugat dan Tergugat telah membuat kesepakatan yang dituangkan pada Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli dengan Nomor 004/GW/PP/KT/03/2015. Dimana sebagian isi dari kesepakatan tersebut adalah Bahwa Penggugat sepakat membeli tanah beserta bangunan rumah di atasnya dari Tergugat dengan harga Rp. Secara Angsuran dengan rincian sebagai berikut Booking Fee = Rp tanggal 27 Februari 2015 Angsuran I = Rp tanggal 10 Maret 2015 Angsuran II = Rp tanggal 20 Maret 2015 Angsuran III = Rp tanggal 06 Mei 2015 Angsuran IV = Rp tanggal 06 Juni 2015 Angsuran V = Rp tanggal 06 Juli 2015 Angsuran VI = Rp tanggal 06 Agustus 201 Angsuran VII sejumlah Rp. pada saat serah terima kunci dan Sertifikat Hak Milik. Selanjutnya Bahwa Tergugat berkewajiban menyelesaikan pembangunan rumah tersebut dalam waktu 6 bulan sejak penandatanganan perjanjian tersebut. Apabila dalam jangka waktu tersebut Tergugat belum menyelesaikan pembangunan rumah tersebut maka Penggugat pada bulan berikutnya selama pembangunan rumah belum selesai akan mendapat ganti rugi atas keterlambatan penyelesaian pembangunan dari Tergugat sebesar 2,5% dari presentase sisa progres pekerjaan yang belum diselesaikan oleh Tergugat. Selain itu, dalam isi kesepakatan itu juga tertulis Bahwa setelah pembangunan rumah selesai dan pembayaran selesai dinyatakan lunas, maka Tergugat berkewajiban untuk mengalihkan hak atas tanah dimana rumah tersebut berdiri kepada Penggugat dan segera mendaftarkan peralihan hak tersebut ke kantor Badan Pertanahan Nasional setempat serta menyelesaikan balik nama Sertifikat Hak Milik sehingga tertulis atas nama Penggugat atas beban biaya sesuai dengan perjanjian tersebut. Sebagaimana kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli dengan Nomor 004/GW/PP/KT/03/2015 tertanggal 10 Maret 2015, Penggugat telah melaksanakan prestasinya sebagai pembeli dengan sudah menyerahkan pembayaran-pembayaran Booking Fee dan Angsuran I hingga Angsuran VI sebagaimana yang telah disepakati bersama antara Penggugat dengan Tergugat. Setelah itu Penggugat berniat membayar angsuran terakhir sebesar Rp. empat puluh lima juta rupiah tetapi Tergugat belum menyelesaikan kewajibannya untuk menyelesaikan bangunan sesuai waktu yang disepakati tetapi Tergugat telah menerima dan menikmati uang pembayaran Angsuran I hingga VI dari Penggugat dengan total Rp. seratus enam puluh lima juta rupiah. Tergugat kemudian mengajak Penggugat untuk menandatangani addendum dengan judul Perjanjian Pendahuluan Lanjutan Perikatan Jual Beli tertanggal 14 September 2016 yang dibuat oleh tergugat, yang berisi Bahwa tergugat tidak dapat menyelesaikan pembangunan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat Perjanjian Perikatan Jual Beli Nomor 004/GW/PP/KT/03/2015; Bahwa Penggugat akan mendapatkan ganti rugi atas keterlambatan penyelesaian pembangunan dari Tergugat; Bahwa Tergugat menyatakan kesanggupan untuk menyelesaikan pembangunan rumah tersebut dalam kondisi siap huni; Bahwa apabila waktu yang telah ditentukan tidak dapat diselesaikan Tergugat, maka Tergugat dan Penggugat sepakat untuk menyelesaikan proses jual beli di hadapan notaris. Setelah Perjanjian Pendahuluan Lanjutan Perikatan Jual Beli tertanggal 14 September 2016 ditandatangani, Tergugat tidak juga menyelesaikan pembangunan rumah tersebut bahkan tidak pernah menghubungi Penggugat terkait perkembangan rumah tersebut. Hal ini memberikan kerugian kepada Penggugat hingga harus menyewa kamar kost untuk tempat tinggal sementara. Penggugat berulang kali menegur, mengingatkan, mengirim surat, melayangkan somasi sebanyak dua kali kepada Tergugat untuk memenuhi kewajibannya dan Penggugat telah siap melanjutkan pelunasan secara tunai sekaligus, namun Tergugat selalu berkilah untuk melanjutkan kewajibannya dan sulit untuk ditemui sehingga sengketa belum dapat diselesaikan. Dalam konvensi, Tergugat memberikan jawaban Bahwa Tergugat benar dan mengakui alasan penggugat dimana Penggugat dan Tergugat sepakat dengan Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli Nomor 004/ GW/KT/03/2015 dan Bahwa Tergugat akan melanjutkan pekerjaan sebagai tindakan dari Perjanjian Pendahuluan Lanjutan Perikatan Jual Beli dan tinggal memasang daun pintu, jendela, dan meteran listrik PLN, serta meteran PDAM, namun Penggugat justru memasang sendiri teralis jendela dan meteran listrik sendiri tanpa ijin dari Tergugat. Setelah adanya tindakan sepihak itu, Tergugat telah menegur Penggugat karena keluar dari perjanjian mereka yang Tergugat anggap merugikan Tergugat. V. Analisis Putusan Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUHPerdata, dalam ketentuan ini dinyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut KUHPerdata, suatu perjanjian terjadi ketika telah adanya kata sepakat consensus dari kedua pihak dan kesepakatan itu mengikat pihak yang membuatnya layaknya undang-undang. Akan tetapi, adakalanya pelaksanaan perjanjian tidak berjalan sesuai yang dikehendaki kedua belah pihak dimana salah satu pihak tidak menjalankan perjanjian dengan sempurna. Dalam hukum perikatan hal ini dikenal dengan istilah cidera janji atau wanprestasi. Seperti yang terjadi pada kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020 yang merupakan sebuah kasus gugatan wanprestasi antara Penggugat Ayunita Purnamasari, yang diwakilkan oleh kuasa hukumnya dengan Tergugat, Wakhid Budi Triyono. Dalam putusan pengadilan tingkat pertama dengan Putusan Nomor 264/ Smn, Majelis Hakim mengabulkan petitum dari Penggugat yang menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan Wanprestasi. Dalam tingkat Banding dengan Putusan Nomor 132/PDT /2018/PT YYK, Majelis Hakim kembali memeriksa, meneliti, dan mencermati berkas perkara Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 264/ Smn. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa putusan Majelis Hakim tingkat pertama telah memutus dengan tepat dan benar. Hal ini menguatkan bahwa benar adanya wanprestasi yang dilakukan oleh Tergugat/Pembanding terhadap Penggugat/Terbanding berdasarkan berkas perkara dan surat-surat lain yang berhubungan dengan perkara ini. Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor. 2239 K/Pdt/2020 yang sudah berkekuatan hukum tetap inkracht van gewijsde selanjutnya menguatkan Putusannya dalam Tingkat Pertama maupun Tingkat Banding dimana dalam perkara ini tergugat tidak menyelesaikan kewajibannya untuk memenuhi prestasi dari hasil perjanjiannya. Oleh sebab itu tindakan Tergugat adalah perbuatan wanprestasi terhadap Penggugat. Berdasarkan pertimbangan Hakim tersebut, maka penulis analisis bahwa perjanjian jual beli beserta revisi yang dilakukan oleh Penggugat dan Tergugat dengan objek rumah di atas sebidang tanah adalah sah menurut hukum dan perbuatan Tergugat merupakan sebuah wanprestasi. Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian atau persetujuan dimana satu pihak mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lainnya mengikatkan diri untuk membayar sesuai harga yang telah dijanjikan. Menurut Pasal 1458 KUHPerdata, jual beli dianggap telah terjadi antara kedua pihak setelah para pihak mencapai kesepakatan tentang barang beserta harganya meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Jika dikaitkan dengam kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020, maka jual beli antara Penggugat dan Tergugat dianggap telah terjadi. Hal ini diperkuat dengan adanya kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli Nomor 004/ GW/KT/03/2015 dan adendumnya. Artinya bahwa perjanjian tersebut sesuai dengan Pasal 1313 KUHPerdata yaitu kedua pihak telah mengikatkan dirinya dan Pasal 1233 KUHPerdata dimana perjanjian tersebut melahirkan suatu perikatan dan perjanjian tersebut merupakan sumber perikatan disamping undang-undang. Perjanjian yang dilakukan antar Penggugat dan Tergugat di atas juga telah memenuhi ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu a. Kesepakatan Pada kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020, pihak-pihak yakni Penggugat dan Tergugat telah mengadakan perjanjian jual beli yang tertuang dalam Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli Nomor 004/ GW/KT/03/2015 yang telah ditanda tangani kedua belah pihak. Dengan adanya perjanjian jual beli tersebut maka telah memenuhi unsur kesepakatan antar Penggugat dan Tergugat. b. Kecakapan Untuk Mengadakan Suatu Perjanjian Dalam undang-undang ditentukan bahwa untuk dapat melakukan perbuatan hukum, seseorang harus cakap. Seseorang dikatakan cakap ketika telah memenuhi syarat-syarat cakap yang ditentukan oleh undang-undang dimana salah satunya adalah dewasa dan sedang tidak berada dibawah pengampuan. Pada kasus dalam Putusan Nomor 2239 K/Pdt/2020, kedua pihak yang bersengketa sudah cakap melakukan suatu perjanjian karena keduanya sudah dewasa dan tidak berada dibawah pengampuan. c. Objek atau Hal tertentu Objek atau hal tertentu dalam hal ini maksudnya adalah jenis benda yang ada dalam perjanian sudah ditentukan. Dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020, jenis benda dalam perjanjian telah ditentukan yaitu berupa sebuah rumah dengan luas bangunan 40 m2 empat puluh meter persegi type 40 empat puluh yang berdiri di atas sebidang tanah seluas 81 m2 delapan puluh satu meter persegi yang terletak di Dusun Wonosalam Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, dengan nomor kavling B1. d. Suatu Sebab yang Halal Suatu sebab yang halal berarti apa yang menjadi isi dari perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dilihat dari hasil analisa terhadap Pasal 1320 KUHPerdata, maka dapat disimpulkan perjanjian tersebut sah karena memenuhi syarat sahnya perjanjian. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor. 2239 K/Pdt/2020, kedua belah pihak telah mengikatkan dirinya melalui Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli Nomor 004/ GW/KT/03/2015 dan adendumnya, Perjanjian Pendahuluan Lanjutan Perikatan Jual Beli tertanggal 14 September 2016. Perjanjian tersebut adalah perjanjian yang bersifat timbal balik, maka antar Penggugat dan Tergugat masing-masing memiliki hak dan kewajiban atas suatu prestasi yang mana bentuk dari prestasi tersebut diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu Memberikan sesuatu, Berbuat sesuatu, dan Tidak berbuat sesuatu sehingga baik Penggugat dan Tergugat berhak dan wajib memenuhi prestasinya masing-masing. Tindakan Tergugat yang tidak melaksanakan kewajiban untuk menyelesaikan pembangunan objek jual beli yang seharusnya selesai 6 bulan setelah penandatanganan perjanjian sebagaimana yang tertuang dalam Perjanjian Pendahuluan Perikatan Jual Beli Nomor 004/GW/PP/KT/03/2015 merupakan sebuah perbuatan wanprestasi terhadap Penggugat yakni Tergugat tidak melakukan sesuatu yang telah diperjanjikan dan terlambat dalam melakukan prestasinya. Hal ini melanggar ketentuan dalam Pasal 1234 KUHPerdata. Selain itu, perbuatan Tergugat di atas juga bertentangan dengan Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan persetujuan harus dilakukan dengan itikad baik. Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur Tergugat dalam hal ini menimbulkan kerugian bagi kreditur Penggugat, baik kerugian materil maupun kerugian imateriil. Mengacu pada Pasal 1236 KUHPerdata, debitur wajib memberikan ganti rugi dan bunga kepada kreditur apabila debitur telah menjadikan dirinya tidak mampu untuk menyerahkan kewajibannya atau tidak merawatnya dengan sebagaimana harusnya. Dalam konvensi, Tergugat menyatakan bahwa penyebab wanprestasi yang dilakukan Tergugat adalah karena Tergugat merasa dirugikan karena Penggugat melakukan secara sepihak pemasangan teralis jendela dan meteran listrik sendiri tanpa ijin dari Tergugat. Namun hal ini tidak dibenarkan oleh Majelis Hakim karena hal ini justru meringankan beban Tergugat dan bukan merupakan alasan yang dibenarkan untuk melakukan wanprestasi. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 1244 KUHPerdata yang menyatakan debitur dapat dihukum untuk membayar kerugian akibat tindakannya karena tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakan perjanjiannya itu disebabkan oleh hal tak terduga dan Pasal 1245 KUHPer yang meyatakan tidak ada penggantian kerugian apabila karena adanya keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan. Oleh karena itu, dalam putusan pengadilan mengenai perkara ini sudah tepat bahwa Tergugat dibebankan untuk menyelesaikan prestasinya yang belum dipenuhinya karena Tergugat tidak dapat membuktikan alasan wanprestasinya itu karena sebab hal yang tidak terduga sedangkan kerusakan atau penyusutan objek sengketa yang disebabkan oleh waktu tidak dapat dibebankan kepada Tergugat karena hal ini berada di luar kuasa Tergugat. Kesimpulan yang didapat dari analisis kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2239 K/Pdt/2020 adalah perjanjian yang telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut layaknya sebuah undang-undang. Suatu perbuatan dikatakan perbuatan wanprestasi ketika salah satu pihak yang mengadakan perjanjian tidak memenuhi prestasinya seperti yang telah disepakati dalam isi perjanjian yang dibuatnya. VI. Referensi Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku Marilang. 2017. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Makassar Indonesia Prime. Pangestu, M. T. 2019. Pokok-pokok Hukum Kontrak. Makassar CV. Social Politic Genius SIGn. Wardiono, K., & dkk. 2018. Buku Ajar Hukum Perdata. Surakarta Muhammadiyah University Press. Arikel Jurnal APRIANI, T. 2021. Konsep Ganti Rugi Dalam Perbuatan Melawan Hukum Dan Wanprestasi Serta Sistem Pengaturannya Dalam Kuh Perdata. Ganec Swara, 151, 929. Dalimunthe, D. 2017. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW. Jurnal Al-Maqasid, 31, 14. Langi, M. 2016. Akibat Hukum Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli. Lex Privatum, 43, 99–106. Nurdianto, F. T. 2014. PEMBAYARAN GANTI RUGI OLEH DEBITUR KEPADA KREDITUR AKIBAT WANPRESTASI DALAM PERJANJIA N BERDASARKAN PASAL 1236 KUHPERDATA. Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, VI7, 58–65. Santoso, L., & Lestari, T. W. S. 2017. Konparasi Syarat Keabsahan “Sebab Yang Halal” Dalam Perjanjian Konvensional Dan Perjanjian Syariah. Al-Istinbath Jurnal Hukum Islam, 21, 1. Analisis Kasus Perbuatan Melawan Hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 I. Nomor Putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 II. Identitas Para Pihak i. Chanifah Istri almarhum Maryun diwakili oleh kuasa hukumnya Nurul Amalia, SH., Syah Fitri Harahap, SH. yang selanjutnya diteruskan oleh ahli warisnya 1 Ida Mardiana, 2 Eko Mubari, 3 Dwi Siswanto, 4 Endang Rohimawati, 5 Imam Khuzaeni, 6 Eti Rahmayanti, 7 Abdul Rozak, 8 Lukman, 9 Lisza, dan 10 Yunan sebagai Penggugat ii. Sukirno alias Akhiong Tjun Djung Khiong sebagai Tergugat I iii. Ricky Dinata sebagai Tergugat II iv. PT. BDN Cabang Jakarta Mangga Besar, atau kemudian bernama PT. BANK MANDIRI Credit Recovery III sebagai Tergugat III v. Balsabar Siagian, SH., Notaris dan PPAT Jakarta Utara sebagai Tergugat IV vi. Badan Pertanahan Nasional Cq. Kantor Pertanahan Jakarta Utara sebagai Turut Tergugat I vii. Pemerintah RI Cq Departemen Keuangan RI Cq. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta I sebagai Turut Tergugat II III. Objek Sengketa Tanah darat yang terletak di Jalan Warakas Gg Xi/63 Rt 013 /010 Kelurahan Warakas, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara seluas 113 m2 dengan bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut seluas 113 m2 IV. Kasus Posisi/ Kronologis Penggugat adalah istri ahli waris dari almarhum Maryun yang memiliki tanah seluas 113 M2 dengan bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut seluas 113 M2, yang terletak di Jalan Warakas Gg XI/63 dengan bukti kepemilikan sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987 atas nama Maryun almarhum. Sejak tahun 1982 hingga saat ini Penggugat sudah menempati tanah tersebut dengan bukti kepemilikan sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987 atas nama Maryun almarhum dan Penggugat tidak pernah pindah atau mengosongkan tanah tersebut. Tanah dan bangunan tersebut diperoleh dari hasil jual beli antara Penggugat dengan Bapak Djasid tahun 1976 dengan harga sebesar Rp. Sejak menempati tanah tersebut hingga saat ini Penggugat masih membayar iuran pembangunan daerah dan Pajak Bumi dan Bangunan per tanggal 7 Mei 2012 bahkan nama yang tertera dalam Surat Tanda Terima Setoran STSS masih atas nama Bapak Maryun almarhum. Pada tahun 1995 Penggugat meminjam uang kepada Tergugat I sebesar Rp. satu juta rupiah dengan menjaminkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang dimiliki Penggugat. Jangka waktu pinjam uang yang disepakati adalah selama satu tahun dan berdasarkan kesepakatan secara lisan, Penggugat diwajibkan membayar bunga sebesar Rp. per bulan. Penggugat melakukan pembayaran dengan lancar setiap bulannya selama satu tahun, kemudian Penggugat bermaksud akan mengambil sertifikat hak guna bangunan miliknya tersebut, akan tetapi Tergugat I tidak ada di rumah dan sangat sulit untuk ditemui. Pada tanggal 12 Mei 1998 Tergugat I mengirim surat ke Penggugat yang isinya Tergugat I akan mengembalikan sertifikat Penggugat yang dijaminkan oleh Penggugat sekitar bulan Agustus 1998 tetapi setelah bulan yang dijanjikan Tergugat I tidak pernah mengembalikan sertifikat Hak Guna Bangunan milik Penggugat. Sekitar tahun 2002 Penggugat bermaksud menemui Tergugat I, Tetapi Penggugat hanya dijanjikan pengembalian setifikat hak guna bangunan akan dikembalikan dalam dua hari, Penggugat pun kembali akan menemui Tergugat I tetapi Tergugat I sudah tidak dapat ditemui. Penggugat sadar Tergugat I bermaksud beritikad baik terhadap hak guna bangunan asli milik Penggugat tersebut. Sejak tahun 2002 sampai 2003 Penggugat masih menunggu Tergugat I untuk mengembalikan, tetapi dikarenakan Tergugat I tidak dapat ditemui, maka Penggugat melaporkan peristiwa tersebut kepada Kepolisian Resor Jakarta Utara. Pertengahan tahun 2004 Penggugat hendak menaikkan sertifikat hak guna bangunan menjadi hak milik, Penggugat mendatangi Turut Tergugat I, namun Penggugat terkejut setelah diketahui bahwa Sertifikat Hak guna Bangunan yang dimiliki Penggugat telah dialihkan kepada Tergugat II berdasarkan Akta Jual Beli PPAT Belsasar Siagiaan, SH., tertanggal 8 Februari 1996 dengan No. 95/ dan tercatat di Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Utara tertanggal 22 Februari 1996. Padahal Penggugat tidak pernah mengenal dan tidak Pernah berhubungan dengan Tergugat II. Penggugat tidak pernah menyerahkan baik fotocopy maupun dokumen asli dan sebagainya, tidak pernah membuat surat kuasa kepada Tergugat IV yaitu sebagai notaris dan PPAT Jakarta Utara, tidak pernah menandatangani akta jual beli, serta tidak pernah menandatangi surat apapun yang ada kaitannya dengan pengalihan hak kepada Tergugat II. Selanjutnya didapati fakta bahwa Turut Tergugat I mengeluarkan surat No. 1008/III/PT/JU/6/2003 tertanggal 24 Juni 2004 yang berisikan penjelasan mengenai sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo telah beralih kepemilikan menjadi atas nama Tergugat II. Tanpa sepengetahuan Penggugat pula, Tergugat II telah menggunakan sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo sebagai jaminan untuk meminjam modal. Tanpa sepengetahuan dan seijin Penggugat, Tergugat II pun telah menggunakan setifikat Hak Guna Bangunan No. 987 milik Penggugat untuk mengajukan pinjaman uang kepada Tergugat III, kemudian Tergugat III pun memberikan fasilitas kredit kepada tergugat II dengan perjanjian kredit No. 28/03/C/ tertanggal 28 Februari 1996. Pemberian kredit tersebut diberikan Tergugat III tanpa dilakukan survey terlebih dahulu ke alamat tanah yang dijaminkan. Selanjutnya Penggugat mengetahui fakta adanya piutang macet Tergugat II kepada Tergugat III dimana sertifikat hak guna bangunan Penggugat menjadi barang jaminan yang akan dilelang oleh Tergugat IV karena sudah dalam tahap penjualan barang sitaan. Tergugat IV menyarankan Penggugat mengikuti lelang terbuka untuk membeli kembali setifikat tersebut, namun Penggugat tidak pernah diberitahukan mengenai adanya pelelangan tersebut. V. Analisis Putusan Dalam putusan pengadilan tingkat pertama dengan Putusan Nomor 341/ Majelis Hakim mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Penggugat yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat IV merupakan perbuatan melawan hukum, menyatakan tanah bersertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo adalah milik sah Penggugat, menyatakan perjanjian lisan antara Penggugat sebagai kreditur dan Tergugat sebagai debitur adalah sah dan mengikat Penggugat serta Tergugat I, menyatakan akta-akta Tergugat yang berkaitan dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo batal demi hukum, serta menghukum para Tergugat untuk membayar uang paksa. Mahkamah Agung menguatkan Putusan Pengadilan Tingkat Pertama dalam tingkat kasasi yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 yang sudah berkekuatan hukum tetap inkracht van gewijsde, mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi yaitu Almarhumah Chanifah istri almarhum Maryun yang diteruskan oleh ahli warisnya, serta membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 210/PDT/2015/ tanggal 16 Juni 2015 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 341/ yang berarti putusan inkracht dari perkara ini adalah sebagaimana yang tertuang dalam putusan pengadilan tingkat pertama yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat IV merupakan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum merupakan suatu ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa perbuatan yang melawan hukum adalah perbuatan yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain, dan mewajibkan orang yang melakukan perbuatan melawan hukum tersebut untuk mengganti kerugian. Pengertian ini secara jelas menyebutkan akibat dari adanya perbuatan melawan hukum tersebut adalah mewajibkan orang yang berbuat untuk mengganti kerugian tersebut. Suatu perbuatan dapat dikatakan perbuatan melawan hukum jika memenuhi unsur-unsurnya, yakni 1. Perbuatan itu harus melawan hukum. Pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo telah beralih kepemilikan menjadi atas nama Tergugat II tanpa sepengetahuan Penggugat sebagai pemilik sertifikat tersebut. Hal ini merupakan salah satu syarat seseorang dikategorikan sebagai orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu perbuatannya melanggar hak orang lain. 2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian. Kerugian ini dapat bersifat kerugian materil dan immateril. Pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 Tergugat II Menjadikan sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo milik Penggugat sebagai jaminan untuk meminjam modal. Selanjutnya Penggugat mengetahui fakta adanya piutang macet Tergugat II kepada Tergugat III dimana sertifikat hak guna bangunan Penggugat menjadi barang jaminan yang akan dilelang oleh Tergugat IV karena sudah dalam tahap penjualan barang sitaan. 3. Perbuatan itu hanya dilakukan dengan kesalahan. Dalam hukum perdata, seseorang dikatakan bersalah jika terhadap orang itu dapat disesalkan bahwa ia telah melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dihindarkan olehnya. Berdasarkan hal ini, maka perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang sengaja atau lalai. Suatu tindakan dianggap mengandung kesalahan jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut a. Ada unsur kesengajaan. Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 Tergugat I tidak mengembalikan jaminan utang milik Penggugat seperti yang telah diperjanjikan sebelumnya. Tergugat I telah berjanji untuk mengembalikan tetapi tidak kunjung mengembalikannya meskipun telah diperingatkan oleh Penggugat. b. Ada unsur kelalaian. Dalam unsur kelalaian, pembuat haruslah dapat mengira-ngira apakah perbuatan yang dilakukannya menimbulkan suatu resiko yang akan berdampak kepadanya, tetapi pembuat dalam hal ini tetap melakukan perbuatan yang seharusnya dihindari. 4. Antara perbuatan dan kerugian terdapat hubungan kausal. Pada Pasal 1365 KUHPerdata, hubungan kausal dapat dilihat dari apakah kerugian itu timbul karena adanya perbuatan tersebut atau apakah kerugian itu merupakan akibat dari perbuatan tersebut. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 yang sepatutnya dipersalahkan adalah Tergugat I karena Penggugat tidak akan mengalami kerugian apabila Tergugat I berbuat sesuai kesepakatan antara Penggugat dan dirinya. Tergugat I tidak mengembalikan jaminan utang dimana dalam hal ini adalah objek yang disengketakan, padahal kesepakatan telah lahir dari perjanjian secara lisan yang dilakukan oleh Penggugat dan Tergugat I yang berisi jika Penggugat telah melunasi utang maka Tergugat I akan mengembalikan jaminan tersebut. Meskipun perjanjian dibuat secara lisan, perjanjian ini tetap sah sepanjang memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana dalam 1320 KUHPerdata dan tetap menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Tindakan yang dilakukan oleh Tergugat I juga telah mengakibatan terjadinya kekisruhan dan kaburnya kepastian hukum atas kepemilikan tanah dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan milik Penggugat. Pada kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 dilihat dari hasil analisa terhadap Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sah perjanjian, Perbuatan hukum yang dilakukan Tergugat II yaitu pengalihan hak dari Sertifikat Hak Guna Bangunan milik Penggugat kepada Tergugat II serta perjanjian kredit yang dilakukan Tergugat II dengan Tergugat III telah melanggar syarat objektif Pasal 1320 KUHPerdata karena tidak memenuhi syarat sebab yang halal dalam perjanjian. Hal ini diperkuat dengan perbuatan Tergugat I dan Tergugat II yang mengalihkan hak dari Penggugat kepada Tergugat II dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Penggugat, lalu perbuatan Tergugat II yang mengajukan pinjaman kepada Tergugat III dengan menjaminkan Hak Guna Bangunan milik Penggugat, serta adanya pelelangan tanpa sepengetahuan Penggugat sebagai pemilik tanah. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 perbuatan para Tergugat juga telah menimbulkan kerugian bagi Penggugat sehingga berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.” Artinya kasus tersebut memenuhi Pasal 1365 KUHPerdata yang mana para tergugat wajib mengganti kerugian yang dialami Penggugat. Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum baik yang disengaja maupun tidak atau karena lalai selanjutnya diatur dalam pasal 1366 KUHPerdata, “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Perbuatan melawan hukum dalam hal ini telah mengakibatkan pelanggaran terhadap hak Penggugat. Ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum dapat berupa ganti rugi dalam bentuk uang, ganti rugi dalam bentuk pengembalian keadaan seperti semula, pernyataan perbuatan yang dilakukan adalah melawan hukum, larangan untuk melakukan suatu perbuatan, dan meniadakan sesuatu yang diperoleh secara melawan hukum. Penggugat selain memiliki hak untuk meminta ganti kerugian juga memiliki wewenang untuk mengajukan nilai tuntutan yakni agar pengadilan menyatakan bahwa perbuatan Tergugat merupakan perbuatan melawan hukum. Penggugat juga dapat mengajukan tuntutan kepada pengadilan untuk menjatuhkan keputusannya dengan melarang Tergugat untuk melakukan perbuatan melawan hukum dikemudian hari. Hal ini dapat dilihat dari dikabulkannya gugatan yang menyatakan akta-akta Tergugat yang berkaitan dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 987/Papanggo batal demi hukum. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya perbuatan melawan hukum di kemudian hari. Kesimpulan yang didapat dari analisis terhadap kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2036 K/Pdt/2019 adalah bahwa suatu perbuatan dikatakan perbuatan melawan hukum ketika perbuatan tersebut memenuhi unsur perbuatan melawan hukum yang terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata dan setiap orang wajib bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya. VI. Referensi Buku Abdulkadir Muhammad. 2002. Hukum Perikatan. Bandung Alumni. MA. Moegni Djojodirjo. 1982. Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta Pradnya Paramita. Wardiono, K., & dkk. 2018. Buku Ajar Hukum Perdata. Surakarta Muhammadiyah University Press. Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Perdata Artikel Jurnal Abdughani, D. M. K. 2021. Tanggung jawab notaris/ppat terhadap akta jual beli tanah yang batal demi hukum. June. Prayogo, S. 2016. Penerapan Batas-Batas Wanprestasi Dan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Perjanjian. Jurnal Pembaharuan Hukum, 32, 280. Reza Nurul Ichsan, 2020. 2020. Jurnal Ilmiah METADATA. 211, 120–127. Slamet, S. R. 2013. Tuntutan Ganti Rugi dalam Perbuatan Melawan Hukum Suatu Perbandingan dengan Wanprestasi. Lex Jurnalica Journal of Law, 102, 107–120. Winanti, A., Qurrahman, T., & Agustanti, R. D. 2021. Peningkatan Status Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik. Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia, 32, 431–438. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this WinantiTaupiq Qurrahman Rosalia Dika AgustantiArticle 33 paragraph 3 of the 1945 Constitution which reads Earth, water and natural resources in it are controlled by the State and used for the greatest prosperity of the people. This article is one of the foundations for the birth of a law on basic agrarian principles. In the UUPA, land rights include property rights, rights to build, right to cultivate, use rights and other far, people in Indonesia control land with the status of ownership rights and building use rights. The strongest and most fulfilled status of land a person has is only property rights. Meanwhile, the right to build only has a certain period. We chose a place of service in the village of Satria Jaya because in this village there is a housing complex, namely Perum Graha Prima which is intended for Civil Servants and Members of the Indonesian National Army who are certified Building Use Rights. Most of the residents in this housing do not know how to qualify and how to change their rights position. From building use rights to ownership rights. So that giving understanding to the community about the importance of property rights and how to improve the position of land rights is a solution given to local communities. The implementation of community service activities is carried out virtually by using the Zoom application. Where the resource person delivered material about Property Rights, Building Use Rights and the process of increasing the status of land 33 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi Bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal tersebut sebagai salah satu landasan lahirnya undang-undang tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria UUPA. Dalam UUPA hak-hak atas tanah meliputi hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan hak lainnya. Sejauh ini, masyarakat di Indonesia menguasai tanah dengan status hak milik dan hak guna bangunan. Status tanah yang terkuat dan terpenuh yang dimiliki seseorang hanyalah hak milik. Sedangkan hak guna bangunan hanya mempunyai jangka waktu tertentu. Kami memilih tempat pengabdian di desa Satria Jaya karena di Desa ini terdapat Perumahan yaitu Perum Graha Prima yang diperuntukkan bagi PNS dan Anggota TNI yang bersertifikat Hak Guna Bangunan HGB. Hampir sebagian besar penduduk di perumahan tersebut tidak mengetahui bagaimana persyaratan dan caranya untuk merubah status hak dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. Sehingga pemberian pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya hak milik serta bagaimana peningkatan status hak katas tanah menjadi solusi yang diberikan kepada masyarakat setempat. Kegiatan pelaksanaan pengabdian dilakukan secara virtual dengan mempergunakan aplikasi Zoom. Dimana narasumber menyampaikan materi tentang Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan proses peningkatan status hak atas tanahSedyo PrayogoThe Act of the Civil Law makes a clear distinction between the engagement that is born of the agreement and engagement that is born of the legislation. The legal consequences are born of an engagement agreement is desired by the parties, because memng agreement based on the agreement that a rapprochement between the parties will make arrangements. While the legal consequences of an engagement that is born of a statute may not be desired by the parties, but the relationship of law and the legal consequences prescribed by law. Legal issues that arise in case there is a contractual relationship between the parties and the event of default can filed a lawsuit against the law. Based on the identification and analysis, the authors conclude that the draft Civil Code distinguishes between tort lawsuit is based on the contractual relationship between the Plaintiff and the Defendant and tort claims where there is no contractual relationship between the Plaintiff and the Defendant. Developments in the practice of court decisions indicate that a shift in the theory because of the contractual relationship between the Plaintiff and Defendant did not preclude the filing of a lawsuit against the WardionoWardiono, K., & dkk. 2018. Buku Ajar Hukum Perdata. Surakarta Muhammadiyah University Nurul IchsanReza Nurul Ichsan, 2020. 2020. Jurnal Ilmiah METADATA. 211, R SlametSlamet, S. R. 2013. Tuntutan Ganti Rugi dalam Perbuatan Melawan Hukum Suatu Perbandingan dengan Wanprestasi. Lex Jurnalica Journal of Law, 102, 107-120.
Dalamkasus ini titik taut sekundernya adalah Lex Loci Delicti Commissi hukum tempat perbuatan melawan hukum dilakukan. Hal-hal yang mendasarkan dalam Hukum Perdata Internasional yaitu berkaitan dengan ruang lingkup teori-teori prinsip-prinsip serta persoalan-persoalan yang ada di Hukum Perdata Internasional.
BerandaKlinikIlmu HukumPerbedaan Perbuatan ...Ilmu HukumPerbedaan Perbuatan ...Ilmu HukumSelasa, 5 April 2022Jika kita sering mendengar "perbuatan melawan hukum" PMH dalam aspek hukum perdata, tapi bagaimanakah konsep PMH dalam hukum pidana? Apa unsur-unsurnya? Serta apa perbedaannya dengan konsep PMH dalam hukum perdata?Perbuatan melawan hukum adalah sebuah istilah yang dikenal dalam hukum pidana dan hukum perdata. Dalam hukum perdata, istilah perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, sedangkan dalam konteks hukum pidana, perbuatan melawan hukum terkandung dalam sejumlah ketentuan pidana. Lalu, apa perbedaan antara keduanya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini. Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana yang dibuat oleh Albert Aries, dan dipublikasikan pertama kali pada Kamis, 28 Maret disebutkan dalam pertanyaan, dalam ilmu hukum dikenal adanya istilah perbuatan melawan hukum. Adapun istilah perbuatan melawan hukum terdapat dalam dua aspek hukum, yaitu hukum perdata dan hukum membahas perbedaan antara keduanya, kami akan membahas konsep perbuatan melawan hukum menurut hukum perdata terlebih Melawan Hukum dalam Hukum PerdataDalam konteks hukum perdata, perbuatan melawan hukum dikenal dengan istilah onrechtmatige daad. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, perbuatan melawan hukum adalahTiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian Rosa Agustina, dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum dipaparkan bahwa dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syaratBertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;Bertentangan dengan kesusilaan;Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan Darus Badrulzaman dalam bukunya KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, sebagaimana dikutip oleh Rosa Agustina, menguraikan unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang harus dipenuhi, antara lain[1]Harus ada perbuatan positif maupun negatif;Perbuatan itu harus melawan hukum;Ada kerugian;Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;Ada Melawan Hukum dalam Hukum PidanaBerbeda dengan istilah onrechtmatige daad yang digunakan untuk menyebutkan suatu perbuatan melawan hukum perdata, pada hukum pidana, perbuatan melawan hukum dikenal dengan istilah Satochid Kartanegara, “melawan hukum” wederrechtelijk dalam hukum pidana dibedakan menjadi Wederrechtelijk formil, yaitu apabila sesuatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh materiil, yaitu sesuatu perbuatan yang “mungkin” bersifat wederrechtelijk, walaupun tidak dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Melainkan juga asas-asas umum yang terdapat di dalam lapangan hukum algemen beginsel.Lebih lanjut, Schaffmeister, sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia berpendapat bahwa “melawan hukum” yang tercantum di dalam rumusan delik yang menjadi bagian inti delik disebut sebagai “melawan hukum secara khusus” contoh Pasal 372 KUHP, sedangkan “melawan hukum” sebagai unsur yang tidak disebut dalam rumusan delik tetapi menjadi dasar untuk menjatuhkan pidana disebut sebagai “melawan hukum secara umum” contoh Pasal 351 KUHP. Pendapat dari Schaffmeister ini benar-benar diterapkan dalam hukum positif di Indonesia, contohnya dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. Dalam Pasal 2 UU Tipikor terdapat unsur melawan hukum, sedangkan dalam Pasal 3 UU Tipikor tidak dicantumkan unsur “melawan hukum”.Perbedaan PMH dalam Hukum Pidana dan PerdataMenjawab pertanyaan Anda, perbedaan perbuatan melawan hukum dalam konteks hukum pidana dengan perbuatan melawan hukum dalam konteks hukum perdata lebih dititikberatkan pada perbedaan sifat Hukum pidana yang bersifat publik dan hukum perdata yang bersifat itu, sebagai referensi, kami akan mengutip pendapat dari Munir Fuady dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer yang menyatakanHanya saja yang membedakan antara perbuatan melawan hukum pidana dengan perbuatan melawan hukum perdata adalah bahwa sesuai dengan sifatnya sebagai hukum publik, maka dengan perbuatan pidana, ada kepentingan umum yang dilanggar disamping mungkin juga kepentingan individu, sedangkan dengan perbuatan melawan hukum perdata maka yang dilanggar hanya kepentingan pribadi informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra jawaban kami mengenai Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana. Semoga hukumKitab Undang-Undang Hukum Perdata;Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Hamzah, Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia;Munir Fuady,Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Bandung PT. Citra Aditya Bakti, 2005;Rosa Agustina,Perbuatan Melawan Hukum, Depok Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, 2003.[1] Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Depok Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, 2003, hal.
Tidakdapat dipungkiri bahwa dewasa ini terdapat banyak sekali kasus mengenai perbuatan-perbuatan pemerintah yang secara subtansial dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum. namun, karena didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh negara, perbuatan ini tidak dipandang sebagai perbuatan melawan hukum
Abstract Perbuatan melawan hukum dapat diartikan sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Kajian penelitian mengenai Perbuatan Melawan Hukum dalam Tindakan Medis serta penyelesaiannya ini bersifat juridis normatif yang pembahasannya didasarkan pada Perundang undangan dan prinsip hukum yang penelitian dapat disimpulkan bahwa Perumusan perbuatan melawan hukum tersebut sudah pasti tidak dapat dicari dalam Pasal 1365 KUH Perdata tersebut. Sekiranya Pasal 1365 KUH Perdata sudah mencakup Perumusan perbuatan melawan hukum, maka sudah ada Perumusan sempit dan Perumusan luas itu karena perkembangan penafsiran luas perbuatan melawan perbuatan melanggar hukum apabila dari perbuatannya itu menimbulkan kerugian pada orang lain dan dalam melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum dipenuhi syarat-syarat atau unsur-unsur harus ada perbuatan melawan hukum, harus ada kesalahan, harus ada hubungan sebab dan akibat antara perbuatan dan kerugian dan harus ada kerugian.
Beritacontoh surat gugatan perdata perbuatan melawan hukum kasus tanah terbaru hari ini. Lihat informasi seputar contoh surat gugatan perdata perbuatan melawan hukum kasus tanah terupdate yang telah kami kurasi untuk anda
JEMBRANABALICOM - Perjalanan kasus penguburan beras Banpres Joko Widodo sebanyak 3,4 ton nampaknya sudah selesai. Polisi telah memutuskan untuk menghentikan penyelidikannya. Polisi setelah proses penyelidikan ternyata tidak menemukan perbuatan melawan hukum dalam kasus penimbunan beras di dalam tanah yang terjadi di kota depok.. Terkait penemuan beras tersebut Pihak JNE mengamini telah
Perbuatanperbuatan tercela ini sulit diungkap, sehingga tetap merupakan "dark number, yaitu perkara-perkara yang terdaftar sebagai laporan polisi yang dibuat oleh masyarakat, tapi tidak dilanjutkan pada proses penuntutan atau dengan kata lain perkara yang dibiarkan mengambang (unsolveabte). Hal ini dapat dilihat dalam kasus Sengkong dan
PokjaUnsyiah Divonis Melakukan Perbuatan Melawan Hukum dalam Proses Tender. Persidangan kasus perbuatan melawan hukum pada proses tender. Foto; AJNN/Tommy. BANDA ACEH - Pokja pemilihan pembangunan gedung fakultas hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dihukum membayar ganti kerugian sebesar Rp 1,4 miliar secara tanggung renteng, karena
Sejakarrest kasus Lindenbaum-Cohen tanggal 31 Januari 1919, pemaknaan perbuatan melawan hukum di lapangan hukum keperdataan setidaknya dapat dihubungkan dengan empat hal, yaitu perbuatan itu harus: (1) melanggar hak orang lain; (2) bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau; (3) bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau; (4) bertentangan dengan kepatutan yang terdapat dalam masyarakat terhadap diri atau barang orang lain.
Jakarta- Presiden Joko Widodo divonis melakukan perbuatan melawan hukum dalam kasus kebakaran hutan. Hal itu seiring dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menguatkan dua putusan pengadilan di
Ketikakasus tersebut diajukan ke pengadilan, seringdiperdebatkan antara para pihak bahwa apakah kasus seperti itu masuk kategoritelah melakukan perbuatan melawan hukum atau wanprestasi? Pendapat Mahkamah Agung: Atas permasalahan hukum yang timbul daripembatalan perjanjian secara sepihak, Mahkamah Agung (MA) sudah memilikipendapat yang konsisten.
Perbuatanmelawan hukum kemudian diartikan tidak hanya perbuatan yang melanggar kaidah-kaidah tertulis, yaitu (a) perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku[6] dan (b) melanggar hak subyektif orang lain, [7] tetapi juga (c) perbuatan yang melanggar kaidah yang tidak tertulis, yaitu kaedah yang mengatur tata susila,[8] (d) kepatutan,[9] ketelitian, dan kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan hidup dalam masyarakat atau terhadap harta benda warga
Yangdikatakan perbuatan melawan hukum adalah tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena Undang-Undang (onwetmatig). Orang tidak bisa mengajukan perbuatan melawan hukum dan meminta ganti kerugian apabila tidak disebutkan secara jelas pasal berapa dan Undang-Undang mana yang telah dilanggar.
Pritadivonis 6 bulan, tapi dengan masa percobaan selama 1 tahun. Kasus ini lalu dimintakan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK). 6. Kasus Reklamasi Pantai Jakarta
BacaJuga. "Kami menilai kalau perbuatan yang dilakukan Bupati Aceh Utara adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa. Sebab dirinya sudah mengetahui kalau bawahannya itu belum mengantongi izin. Apalagi selama mengikuti proses seleksi, dirinya dapat dikatakan melanggar disiplin dengan tidak masuk kerja," ungkap Dosen Unimal itu.
Perbuatanyang memenuhi rumusan delik ( tatbestandsmazig ), tidak senantiasa bersifat melawan hukum, sebab ada hal yang menghilangkan sifat melawan hukumnya perbuatan tersebut, misalnya: Regu penembak, yang menembak mati seorang terhukum yang telah dijatuhi pidana mati, memenuhi unsur-unsur delik tersebut Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum
Padaputusan berikutnya, Hoge Raad berpendapat sama dalam kasus Zutphense Juffrouw. Perkara yang diputuskan tanggal 10 Juni 1910 itu bermula dari sebuah gudang di Zutphen. Perbuatan melawan hukum kemudian diartikan tidak hanya perbuatan yang melanggar kaidah-kaidah tertulis, yaitu (a) perbuatan yang bertentangan dengan
Perbuatanyang dimaksudkan dalam hal ini adalah perbuatan yang melawan hukum. Tanpa adanya dua elemen penting ini maka seseorang tidak dapat dipidana. Ketika penyidik gagal dalam menemukan bukti unsur melawan hukum maka akan menyulitkan jaksa dalam membuktikan pekara ini di hadapan pengadilan bahwa telah terjadi peristiwa pembunuhan. Melawan Hukum
Sedangkancontoh kasus Perbuatan Melawan Hukum adalah suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi kelapa sawit ingin melakukan penanaman kembali bibit kelapa sawit. Kemudian melakukan pembakaran liar di daerah yang banyak sawah milik warga. Api kemudian melahap seluruh pepohonan dan juga sawah tersebut.
perbuatanmelawan hukum yang dilakukan oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad) dalam putusan pengadilan: sebuah studi kasus Chandera Halim Arfian Indrianto Juni 2022
uy7vW.